Rabu, 16 Desember 2009

Forum Istanbul








bagi kawan- kawan yang ke Istanbul jangan lupa ke Forum istanbul ya...di kocatepe-kartaltepe... bisa naik metro bawah tanah di aksaray kok... tempatnya menyenangkan dan murah- murah....

Selasa, 01 Desember 2009

syukur itu buah dari hati penyabar

assalamualaikum. wahai saudaraku sekalian, sering masalah bertubi-tubi datang. namun kita harus sadar masalah yang kita hadapi justru membuat jiwa kita tidak goyah dan tambah kuat, membuat tujuan kita lebih jelas,dan yang paling penting musibah itu bsa dihadapi dengan lapang dada bagi orang- orang yang sabar, ingatlah slalu allah ketika jalan anda sudah buntu,itulah kunci yang memantapkan tujuan anda.semoga jalan anda diberi kemudahan.

Rabu, 25 November 2009

bimbang

sudah 2 bulan terlewat tanpa beasiswa yang jelas, harus ku mengadu pada siapa? rasanya harapanku telah terhenti disini, aku menangis sudah tak ada guna, dulu mereka datang kepadaku dengan sejuta harapan.
aku benci kalianpun tak ada guna. aku tertindas dalam kedinginan ketika malam datang, aku pernah kelaparan 2 hari, pedulikah kalian?
dan kini kalian bilang tak ada uang untukku, sedangkan kalian bagi- bagikan beasiswa untuk yang lainnya. masihkah kalian mengenalku? aku terbuang diantara rongsokan yang tak pernah terpikirkan dan tak kuharapkan. dan kini tak ku percaya lagi kalian, dasar manusia tak bermoral!!!


aku lelah, aku resah, aku benci hidup disini, harus melihat kezaliman, puaskan perlakuan kalian sebelum meninggalkan kalian

Minggu, 26 Juli 2009

Pelarian yang lama

Hari makin berganti, burung- burungpun tlah menjauh berlabuh menelesuri angin- angin yang tak berakar, gejolak bencana datang silih berganti, para khalifah yang lalai terus dihujam masalah demi masalah, nahkoda dalam tubuh meronta- meronta menusuk tiap jiwa yang tergoda nafsu dunia. Berjuta setan berkeliaran di kala malam datang, terus mengoyak- ngoyak hati yang berlapis iman, maksiat menyertai tiap detik hidup manusia, tanpa henti terus merasuki jiwa-jiwa yang bersih.
Sudah sebulan Kamal meninggalkan rumah, kerinduan dari sang bunda telah tergambar dalam kesehariannya. Kulitnya sudah tak setarik dulu, rambut putih yang menyusup keluar dari jilbab kuning yang dikenakannya menandakan dia sudah tak pernah berbenah diri lagi. Sesekali dia menguap sambil memikir nasib sial yang menimpanya, penyesalan dalam jiwa terus berkecamuk, namun waktu tak akan pernah kembali, meski air mata terus mendanau, hingga ampunan-Nya datang.
Tak terasa hari kembali gelap, Mak Imah langsung mengikat kayu- kayu yang akan dibawanya ke pasar untuk dijual esok harinya. Tak lama berselang hujanpun turun, Mak Imah langsung membenah kayu- kayunya. Suara adzan magrib telah berkumandang di seluruh penjuru. Mak Imah tlah bersiap- siap untuk solad magrib,“allahuakbar” Mak Imah mengerjakan takbiratul ihram. “Mak, mak, kamil mak,.. “ terdengar suara orang memanggil Mak Imah dari luar, pintu terus diketuk dari tadi, namun tak ada balasan.
Dengan tergepoh- gepohnya Mak Imah menuju sumber suara, dua orang telah menanti di luar, “ada apa?” nafasnya terengah- engah, “kamil mak… kamil”,
“kenapa sama si kamil??? tu anak kenapa…….??“ nafas Mak Imah terasa sesak.
“Dia lagi dicari polisi mak!!”seru kosim dan ruslan serentak. Mak Imah langsung pingsan di depan mereka. “gimana ni sim?”.
“kita angkat saja ke dalam, kamu angkat kakinya biar aku angkat tubuhnya” seru kosim setengah bingung.

ﭐﭵﮧ
Kamil masih bingung apa yang sedang menimpanya. Semua teman- temannya kini tak seorangpun membantunya mereka kabur entah kemana, tinggal lah dia seorang diri menghadapi amukan polisi. Kamil telah menjadi bulan- , namun semangat juang masih menyala, mengungkapkan fakta yang sebenarnya terjadi, hingga dia terbebas dari jeratan hukum yang tengah memenggal lehernya.
“ngelamun aja lo” tegur Pitung sambil menepuk pundak Kamil.
“nggak ah, biasa aja” seru kamil sambil mengisap
rokok kedua yang baru dibelinya di kios Pitung. “kalau ada masalah cerita aja, kagak perlu ditutupin mil” sahut bang Pitung sambil meneguk sisa kopiyang ada digelasnya, “masalah itu nggak baklan selesai kalau disimpan sendiri Mil. Tangan Kamil menggaruk kepala yang tidak gatal, “aku lagi dikejar polisi bang!” sahutnya sambil menghela nafas panjang, “hahahhh, ada- ada aja kamu Mil” bang Pitung membuka pecinya lalu diambilnya korek api dan disulutnya sebatang rokok, “mana ada orang alim kayak kamu dikejar aparat pemerintah alias polisi, emang kamu ngelakuin apa Mil sampe jadi bulan- bulanan mereka”, Kamil menopang kepalanya pada tameh gubuk itu. “ceritanya panjang bang, pokoknya saya nggak
salah, mereka cuma salah paham saja, waktu itu saya baru pulang dari mesjid, di jalan utama kampung kita saya melihat segerombolan remaja yang lagi berjudi dan mineguk minuman syaithon, maka saya tegur mereka, waktu WH datang sayapun ikut lari bang, dan sampe sekarang terus dicari sama mereka. “kenapa nggak lapor saja sama mereka kalau kamu tidak salah, masak orang yang baru pulang dari mesjid ditangkap juga, ya dausa lah itu. “masalahnya waktu itu saya nggak pakai baju koko bang, pakaian
saya sama kayak yang mereka kenakan, jadinya mereka juga mengejar saya”, kembali Kamil menghela nafas panjang, “saya bingung apa yang mesti saya lakukan sekarang bang, hidup saya seperti
hewan buruan” lanjut Kamil. “ya sudah…. Kamu sholad dulu sana minta ampunan dan petunjuk- Nya, biar lebih tenang, malam ini kamu tidur di sini saja, bang mau tutup warung dulu” bang Pitung
bangun dari duduknya.
“bang, kenapa kamu ajk dia nginap di sini?”, “huhsh………., jangan keras- keras” telunjuk bang Pitung di
kedua bibirnya, “biarin aja, biar dia tau, pokoknya aku tak setuju bang kalau dia harus tinnggal di sini”
“ya, terus mau begimana??, kita usir dia??, kan kesian bu, paling Cuma malem ini saja dia menginap di sini”jelas Pitung. “pokoknya aku tak mau tau bang, aku nggak mau rumah kita kedatangan polisi Cuma gara- gara tu orang. ”ya sudah kita tidur aja yuk, besok kita bahaslagi tentang ini” Pitung merangkul bahu istrinya. “yuk bang” istrinya menguap.
Dari kamar sebelah, Kamil mendengar pembicaraan ke dua insane tersebut, dan langsup siap sedia, bukannya mau lomba lari, tapi bersiap kabur untuk yang ke dua kalinya, pertama dari rumah sendiri, yang ke dua dari rumah bang Pitung. Sungguh sial nasibnya, tak ada tempat berteduh yang aman dari ancaman, baik ancaman aparat Negara maupun ancaman dari istri Bang Pitung. Dia kembali merenung dalam perjalanannya, sejenak dia berpikir akan nasibnya untuk bebrapa hari ke depan.
Di ujung jalan ada sebuah gubuk tua yang terbuat dari ubong oen . Langkah kakinya mengarah kesana, suara lolongan anjing tak dihiraunya lagi, suara langkah tapak kakinya berpapasan dengan padang rerumputan.
Dia terduduk di salah satu tameh di gubuk itu, tangannya menopang kepala, dia tak habis pikir kalau istri Bang Pitung tak senang dengan kehadirannya. Padahal Kak Laila (panggilan Kamil untuk istri Bang Pitung) masih kerabat dekatnya, malam semakin dingin, tubuhnya yang kurus kering makin menambah derita hatinya, diapun terlelap meskipun lantai gubuk tak beralaskan tikar, dia menggigil menahan sayupan angina di malam itu, mimpi indahpun menyenyakkan tidurnya

ﭐﭵﮧ
Pitung tak mengeluarkan sepatah katapun dari tadi, dia merasa malu dengan tingkah lakunya terhadap Kamil. sementara istrinya masih terlelap dia mencoba melupakan semua yang telah terjadi, namun matanya sungguh susah menutup, sesekali dia menoleh ke arah sang istri, raut geram menghiasi keningnya akan sikap istrinya , namun dia tak bisa lama- lama menaruh amarah pada Laila, karena cuma istrinya yang menjadi tumpuan hidupnya kini, sejak meninggalnya anak satu- satunya dari pasangan ini. Dia juga tak seharusnya bersuuzzon dengan permata hatinya ini, karena dia tidak tahu pasti apa yang sedang menimpa Kamil.
Dari luar terdengar suara mobil, Pitung merapikan sarung yang sedang dikenakannya untuk tidur. “bu, ada yang datang”sahut Pitung pelan-pelan. Istrinya mengucek-ngucek mata kanannya dengan tangan kanan, “dimana pak?”istrinya menoleh ke arah Pitung. “tu .diluar bu” pitung bergegas ke pintu ketika mendengar ketukan dari luar , pintupun dibukanya. “selamat malam pak!” salah satu dari mereka menyapa Pitung, “malam” sahut Pitung sedikit gugup. “kami dengar salah seorang dari buronan kami lari kesini, Kamil namanya, apa bapak dan ibu bias memberikan keterangna akan keberadaannya?”. Pitung gemetaran, dia tidak bisa bicara apa- apa. “kearah…..” mulut istrinya ditutup oleh Pitung dengan tangannya. “kemana???” salah satu dari mereka sudah menunjukan kebengisan, ditendangnya pot bunga yang ada di rumah Pitung, Mereka berduapun kaget setengah mati. “ke….Sa….. sana pak “ sahut Pitung terlatah- latah sambil menunjuk kearah sebuah gubuk tua yang tak jauh dari rumahnya, tempat persembunyian Pitung, dia hanya menerka- nerka, dia berharap kalau Pitung tidak bersembunyi di situ. Semua aparat itupun bergegas ke mobil, ditancapnya kuat- kuat pedal mobil, tak seberapa lama mereka berhenti di gubuk tua yang baru saja diberi tahu Pitung.“habislah kamu bang kalau Kamil tidak di situ” sahut Istrinya sambil menatap muka Pitung dalam.
“Kawasan terkepung. Keluarlah atau kami yang akan mengeluarkan anda”sahut pimpinannya. Di dalam gubuk Kamil sudah terbangun dan ketakutan setengah mati. Dia mencoba merusak tingkap belakang di gubuk itu yang mulai rubuh dimakan rayap. Sekali dorong tingkappun langsung terjatuh. Dia mulai mengeluarkan kaki kirinya, terus kaki kanannya menyusul,sambil berpegangan pada tameh tempat melekatnya jendela itu.
Ketika dia hendak berlari, para polisi yang melihatnya langsung mengejar, karena jarak yang tak berjauhan timah panaspun bersarang di kaki kiri Kamil. Namun dia seolah tak memperdulikannya, tetap saja berlari ke hutan meskipun dengan terlatah- latah, kini dia telah memasuki kawasan hutan lindung, pepohonan besar terlihat di sekelilingnya.
Polisi kelelahan mengejar Kamil, memang disadari kekuatan Kamil tak bisa dianggap remeh, walaupun terlihat biasa- biasa saja, namun dia adalah mantan atlit lari marathon dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang merasa bangganya lagi, dia mendapat posisi ke-tiga di tingkat nasional. Tapi semenjak ketaatannya kepada tuhan, dia sudah tidak dipentingkan lagi, bayangkan saja, dia pernah telat start lari dikarenakan harus mengerjakan shalat ashar, sama seperti kisah Muhammad Ali, petinju jebolan itu, bedanya dia masih tetap eksis di tinju, namun Kamil sudah tak pernah lagi mengikuti lari marathon, karena dia tak mau mengecewakan pelatih cuma karena dia harus beribadah kepada tuhan, bila waktu ibadahnya sekalian dengan waktu lari.
Kamil terduduk di bawah salah satu pohon besar yang ada di situ. Kembali merenung, hingga dia terlelap.


“Ya Allah, selametin si Kamil, hamba tak bisa berbuat apa- apa”. Isak tangisnya membajiri pipi, tak tega rasanya kehilangan orang baik seperti dia, istrinya Cuma mengusap- usap bahunya, “udah lah bang, orang macem dia masih di doain, emang dia yang cari gara- gara bang. Istrinya menyudahi pembicaraan, langsung membuka pintu rumah mereka, berlanjut Pitung di belakangnya.
“kamu benar- benar kejam Laila, padahal dia adalah saudara satu- satunya yang masih kau punya, tahukah kau? Kalau saja dia tak membantumu, maka tak akan pernah kau bisa bernafas sampai hari ini” gumam Pitung kesal.
Akhirnya diapun merebahkan tubuhnya di samping istrinya meskipun kekesalannya masih meradang.

ﭐﭵﮧ
Mak Imah masih tak sadarkan diri, sehingga Kasim dan Ruslan berusaha mencari Tabib untuk menyembuhkan Mak Imah, Tabib dipercaya sama orang kampung karena dulunya dia pernah belajar beberapa bulan sama mantri di kota, walaupun hidupnya sederhana, namun dia begitu dikenal di kampungnya, semua proses penyembuhan yang dia lakukan terhadap orang- orang yang datang kepadanya berasal dari alam, dedaunan dan ranting- ranting pohon dia gunakan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti kurap, kudis, sesak nafas, dan lain- lain yang berkaitan dengan penyakit orag kampung.
Tak berapa lama Tabib pun datang, rambutnya yang acak- acakan, kulit gelap, serta peci mereng di kepala menjadi kekhasannya. Tabib pun duduk di samping Mak Imah yang tak sadarkan diri, lalu dia mengambil bungong serune , lalu di usap- usap ketangannya, setelah bunga itu telah halus di tangannya, dia mendekatkan kedua belah telapak tangannya ke hidung Mak Imah, lalu beberapa saat kemudianpun Mak Imah terbangun. Kalau dipikir dengan akal pikiran, hal yang dilakukan oleh Tabib biasa- biasa saja, namun begitulah suasana di desa, banyak yang masih kurang mengerti hal- hal yang mudah seperti itu. “Kami harus bayar berapa berapa bang?” sahut Ruslan, “tak apalah, tak perlu kalian pikir uang bayaran, kalian rawat saja Mak Imah sampai benar- benar sembuh” jawab Tabib, “terima kasih banyak ya bang, sebenarnya kamipun tak punya uang untuk membayarnya” sahut keduanya. Tabib tersenyum, “sudahlah, taka pa, aku pulang dulu ya, assalamualaikum” sahut Tabib, “waalaikum salam” sahut keduanya.
Mak Imah masih berbaring di atas kasur yang sudah kusam, dapat dilihat sebagian warna putih teal berubah jadi hitam, kasur itupun langsung diletakkan di lantai, karena Mak Imah tak punya cukup uang untuk membeli peratah , kasur yang digunakannya pun bukanlah spring bed seperti yang digunakan banyak orang hari ini, kasurnya merupakan kasur dari kapas asli, yang keras, namun Mak Imah cukup bersabar, ini dapat kita lihat dari kesehariaanya dalam menjalani hidup, dia tak pernah menjadi peminta- minta, tetap berusaha semampunya.

Kamis, 04 Juni 2009

Masa- Masa Yang Tak Pasti

Lihatlah ke langit yang cerah

Begitu indah nan elok bangunannya

Semuanya berpadu atas kuasa- Nya


Walaupun lelah, tetap kukayuh bahtera

Umpama badan mesjid itu adalah hati kecilmu

Kubah- kubahnya, itulah aku

Mengendarai cintamu hingga ujung masa


Awan- awannya sebagian tlah menghitam

Itulah hatiku kini…

Kadang hampa menghampiri

Masih saja kesabaran menghiasi

Laksana sinar disekelilingnya


Jalan lika- liku tlah kau tempuh

Masihkah kau tahu arah kembali?


kubah itu semakin tinggi

Meski

Kau jua tak kan pernah kutemui

Bukanlah itu nasibku

Itulah mata hatimu kini…

Kau semakin jauh tak berarah


jalan untuk kembali kadang sengaja kubuat

Namun tak jua kau mengerti

Kau semakin jauh

Kau masih menyesali itu

Meski kata maaf tlah kuberi


Apabila kau melihat bangunan disekitarnya

Adakah bangunan yang lebih besar dan lebih tinggi?

Tahukah kamu….

Itulah besarnya cinta yang sedang kita bina

Tak ada insan yang menandingi cinta kita


Namun kau masih membisu, kenapa?

Mengertilah….

Hampa terasa mengenyam dada

Pahamilah….

Aku masih membutuhkanmu

hampa kini

Hati yang keras telah tinggal abu
Masih saja kau bertenang diri…

Saat nafas kebencian kuhembus…
Masih terasa kejamnya sikapmu
Kau pergi dengan tangisan yang amat sangat

Apa yang kau tahu tentangku?
Saat waktu itu berakhir
Kau masih saja bersantai

Tanpa ampun gumam hatiku kini kau rasa
Bak tsunami yang menghancurkan tiap nafas

Kini kau tangisi semuanya…
Sadarkah kau kini…?
Atau fitnah yang akan kau tanam lagi

Bertahun- tahun ku coba berhenti mengingatmu
Namun lambaian tanganmu di tiap mimpi seperti nyata

Berjuta wanita yang kujumpai…
Namun bayangmu masih meratu…

Apakah aku masih mengharapakanmu…?
Ataukah ini cuma rindu biasa…

Kamis, 12 Maret 2009

aku ada karena masih cinta

seumpama nafas ini masih bertahan
seumpama cinta ini masih tersimpan
ku kan slalu ada
ku slalu ada
hanya untukmu...

saat hati kecilku mulai bersedih
ketika waktu takkan bisa tertukar
ku kan slalu ada
ku slalu ada
untukmu sayang....

ku slalu ada.....
karena masih cinta

Andai Saja

tersadar aku dalam jenuh
kesedihan tak akan ada ujungnya
setahun lamanya rasaku berkobar
dan terus melayang
mencari dirinya

ketika aku tersadar...
saat keindahan mulai pudar
hangatnya cinta masih terasa
membekas penuh makna
walaupun dia entah kemana

tiap detik yang bergulir
tak sedikitpun membuat aku letih mencintainya
hanya dia yang masih menganga di dada

kusadar....
saat semuanya tlah tiada

hatiku makin resah
hari-hari yang kulalui seakan mati rasa
rasa dahaga nan laparku akan kasihnya
semuanya...

Jumat, 27 Februari 2009

Wahai bintangku

ada berjuta bintang yang indah berkilau disana
berjuta insan berdesakan menyaksikannya
cahayanya meredup kian hari
berkurang pula orang yang menatapnya
hingga tak ada yang menyaksikannya

kadang kala cahaya itu menyakitkan para penikmatnya
meski nafas kian menyesak menunggu ajal
tetap kuperhatikan sang bintang
kucintai dia

namun sekarang cahaya bintang itu datang dengan kehinaan
dia selalu datang
tak seorangpun peduli padanya
tak akan ada cahaya yang sempurna
laksana embun yang hanya exist sementara

rasa pilu, sedih, dan sebangsanya menyesaki hati
rasa sayang akan bintang itupun menghilang
karena tak kan pernah berarti cahaya pendusta
saat itulah musnah semua pengorbanan
tak ada guna menunggu cahaya selanjutnya
hingga musnah akan cahaya itu

sekarang tak seorangpun menghiraukannya
karna cinta tak ada arti baginya...

wahai bintangku....
terimalah takdir cinta...

Rabu, 14 Januari 2009

sayap-sayap cinta

guys...
cment bwt puisi gw ini yach
thanks
buat rika

hadirmu dihatiku berikan kehidupan
karenamu, nafas ini mampu bertahan
hari demi hari kian berarti
saat kau hadir untukku

saat kau hadir
berat beban ini tak kurasakan lagi
saat kau disisiku

bagiku,..
dirimu laksana embun pagi
datang tuk menyejukkan alam ini
dan pergi saat mentari kembali

luv u

Jumat, 02 Januari 2009

rasa CINTAKU

guys, kalo lihat blog gw,baca puisi ini yach...
mga berkesan buat lo pada....thank kyu..
spesial bwt some1 aqyu (rika)
muhajir_mrchess@yahoo.com

saat waktu menghilang seiring bayang kegelapan
kala itu kau datang
kau tegarkan kembali tekadku
kau cerahkan kembali hari-hari yang lama meredup
kau bubuhi aku cahaya kasih nan sayangmu

makin hari makin besar rasa sayang itu
akupun terpana akan ketulusanmu
inilah kisah terindah yang kumiliki

hanya cintamu yang mampu
cuma kamu yang bisa

cintaku tak akan pernah padam
cintaku selalu menelusuri hatimu
menjaganya
aku yakin semuanya indah mengalir
bersama nafas cinta kita

kuharap kisah ini bertahan selamanya
sampai usia kita menua
sampai kita beruban
sampai kita tak mampu berjalan
dan bayang-bayang kelam menutup mata kita

jangan pernah berhenti mencintaiku..
I lUPH U